Desakan Revisi UU Perlinkos, Legislator Soroti Perlindungan Konsumen
Desakan untuk segera merevisi Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU Perlinkos) kembali menguat di parlemen. Sejumlah legislator menilai revisi ini mendesak dilakukan demi menyesuaikan regulasi dengan perkembangan pesat ekosistem digital yang semakin kompleks. Risiko kerugian konsumen di era perdagangan digital kian meningkat, sementara instrumen hukum perlindungan konsumen dinilai belum mampu memberi kepastian hukum secara menyeluruh.
Anggota DPR RI, Firnando, menekankan pentingnya revisi UU Perlinkos agar perlindungan konsumen menjadi pilar utama dalam pembangunan ekonomi digital nasional. Menurutnya, revisi undang-undang ini tidak hanya penting untuk menjawab tantangan perdagangan elektronik yang kian masif, tetapi juga menjadi warisan regulatif yang kokoh bagi generasi mendatang.
Firnando mengungkapkan bahwa selama ini Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) hanya bersifat rekomendatif. Banyak putusan BPSK bahkan kandas di Mahkamah Agung karena tidak memiliki kekuatan eksekutorial. Padahal, lanjutnya, masyarakat butuh kepastian hukum ketika dirugikan oleh pelaku usaha.
Ia mendorong agar BPKN dan BPSK diperkuat secara struktural, diberi kewenangan eksekutorial, dan langsung berada di bawah Presiden. Dengan demikian, kepercayaan publik terhadap sistem ekonomi digital Indonesia dapat tumbuh kuat, dan konsumen memiliki tempat pengaduan yang mampu memberikan perlindungan hukum nyata, bukan sekadar forum mediasi tanpa ikatan hukum.
Peningkatan pengaduan konsumen di sektor digital juga menjadi alarm bagi pemerintah dan DPR. Maraknya kasus penipuan online, kegagalan transaksi, hingga penyalahgunaan data pribadi membuat konsumen berada di posisi rentan. Tanpa revisi UU, negara berpotensi gagal memberikan perlindungan maksimal bagi warganya yang menjadi korban praktik bisnis curang.
Menurut Firnando, revisi UU Perlinkos tidak hanya penting bagi perlindungan konsumen tetapi juga vital untuk menjaga keadilan dan keberlanjutan ekosistem perdagangan nasional. Perdagangan digital menuntut adanya regulasi yang berpihak pada konsumen sekaligus menciptakan kepastian bagi pelaku usaha.
Ia berharap proses revisi ini segera diselesaikan dan disahkan menjadi undang-undang baru yang komprehensif. Sebab tanpa kepastian hukum dan perlindungan konsumen yang kuat, ekosistem digital berpotensi menjadi ladang subur bagi pelaku usaha nakal yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Legislator pun mengajak publik untuk aktif mengawal proses revisi UU Perlinkos agar hasilnya benar-benar mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat luas. Perlindungan konsumen, tegasnya, bukan sekadar jargon politik, tetapi fondasi penting membangun perekonomian nasional yang sehat dan berkeadilan.