Pemotongan Dana Bantuan Global Perparah Ketimpangan, PBB Minta Negara Donor Bertanggung Jawab
Pemangkasan besar-besaran dalam bantuan luar negeri oleh sejumlah negara maju kini menjadi sorotan tajam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Organisasi tersebut memperingatkan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menimbulkan ketimpangan baru yang lebih parah dan mengancam stabilitas jangka panjang, baik di negara berkembang maupun secara global. PBB menyerukan tanggung jawab moral dan strategis dari negara-negara donor untuk tidak lepas tangan dalam upaya global memberantas kemiskinan dan mempercepat pembangunan berkelanjutan.
Laporan resmi PBB menunjukkan bahwa sektor-sektor paling terdampak oleh pemotongan ini adalah pendidikan, kesehatan, air bersih, dan ketahanan pangan. Berbagai program bantuan yang sebelumnya menopang kehidupan masyarakat miskin kini terancam terhenti. Negara-negara yang sangat bergantung pada dukungan luar negeri mengalami stagnasi dalam pembangunan dasar, dan beberapa bahkan menghadapi kemunduran signifikan akibat kekurangan sumber daya.
PBB mencatat bahwa sejak awal 2020, sebagian besar negara donor menurunkan komitmen bantuan luar negeri mereka dengan alasan krisis ekonomi domestik dan lonjakan belanja pertahanan. Meski alasan itu dapat dipahami, PBB menegaskan bahwa mengabaikan tanggung jawab global justru memperbesar ancaman krisis lintas negara seperti migrasi massal, ekstremisme, dan kelaparan yang meluas. Tanpa tindakan kolektif yang nyata, dunia berada di ambang kegagalan moral dan praktis.
Beberapa negara penerima bantuan menyampaikan bahwa pemotongan ini sangat merugikan program-program yang telah lama dirintis bersama dengan lembaga internasional. Di banyak wilayah di Sub-Sahara Afrika dan Asia Selatan, proyek pemberdayaan perempuan, sanitasi desa, serta pelatihan tenaga kerja menjadi lumpuh. Kondisi ini menciptakan ketimpangan baru dan memperparah kesenjangan antarwilayah yang sebelumnya mulai menyempit.
Dalam pernyataannya, perwakilan PBB menyebut bahwa saat dunia menghadapi ancaman bersama—mulai dari perubahan iklim hingga krisis pangan—solidaritas global seharusnya semakin diperkuat, bukan dilemahkan. Negara-negara maju didorong untuk kembali meninjau ulang prioritas anggaran mereka dan memastikan bahwa komitmen terhadap pembangunan global tetap dipertahankan secara konsisten dan berkelanjutan.
Beberapa pengamat menyebut bahwa salah satu akar permasalahan adalah menurunnya kepercayaan terhadap efektivitas sistem bantuan. Karena itu, PBB mengusulkan sistem pelaporan yang lebih transparan dan akuntabel agar bantuan benar-benar sampai ke tangan yang membutuhkan. Selain itu, dibutuhkan pendekatan kolaboratif yang melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek pembangunan, bukan hanya instruksi sepihak dari luar.
Seiring dengan itu, PBB juga mengajak sektor swasta, lembaga keuangan internasional, dan organisasi masyarakat sipil untuk memperkuat kemitraan dalam mendanai pembangunan. Bantuan tidak boleh hanya menjadi beban negara, tapi harus menjadi peluang kolaborasi global demi dunia yang lebih stabil, sehat, dan setara. Dunia tidak bisa membiarkan satu bagian tertinggal, karena dampaknya pada akhirnya akan dirasakan secara kolektif.
PBB menutup seruannya dengan pesan yang kuat: dunia harus mengingat kembali pelajaran dari pandemi, bahwa kelemahan satu negara adalah kelemahan kita semua. Menjaga aliran bantuan bukan hanya soal kebaikan hati, tetapi tentang investasi masa depan umat manusia. Tanpa dukungan menyeluruh, upaya pembangunan global hanya akan menjadi wacana kosong yang gagal menjawab realita di lapangan.