Rossa Bongkar Upaya Firli Sebar Info OTT Harun-Hasto, Ganggu Proses Penangkapan

Dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta, Rossa, mantan anggota tim satgas operasi tangkap tangan (OTT) KPK, memberikan kesaksian yang mengguncang. Ia mengungkapkan bahwa Ketua KPK Firli Bahuri secara sepihak menyebarkan informasi mengenai OTT yang melibatkan Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto, sebelum semua tersangka berhasil diamankan. Tindakan ini, menurut Rossa, sangat memengaruhi jalannya operasi dan mempersulit koordinasi di lapangan.

Rossa menjelaskan bahwa dirinya dan tim satgas lainnya mengetahui tentang OTT tersebut dari posko satgas dan grup komunikasi internal. Namun, yang membuatnya terkejut adalah fakta bahwa Firli sudah mengumumkan operasi tersebut ke media, meskipun saat itu para tersangka belum berhasil ditangkap. "Kami tahu dari kasatgas dan informasi yang dishare di grup. Kami bertanya-tanya, kenapa informasi ini sudah diumumkan ke media, padahal penangkapan belum dilakukan," ungkap Rossa. Hal ini membuat Rossa dan tim merasa kebingungan, karena langkah tersebut dinilai dapat menggagalkan penyelidikan.

Dalam keterangannya, Rossa juga menambahkan bahwa jejak digital Hasto yang seharusnya bisa menjadi petunjuk penting, justru tidak terdeteksi. Dia merasa bahwa tindakan Firli yang mengumumkan OTT lebih cepat dari waktu yang seharusnya, bisa membahayakan keberhasilan operasi tersebut. Rossa mengungkapkan bahwa ia dan rekan-rekannya sempat mempertanyakan hal tersebut kepada atasan mereka, namun tidak ada penjelasan yang memadai. "Kami tahu dari posko dan grup, kenapa informasi ini sudah keluar, padahal posisi pihak-pihak ini belum diamankan," kata Rossa.

Dampak dari penyebaran informasi OTT ini cukup besar. Rossa mengungkapkan bahwa setelah kejadian tersebut, tim satgas mereka mengalami pergantian yang cepat, dan hal ini semakin memperburuk situasi di lapangan. Proses penangkapan menjadi terganggu karena beberapa pihak yang terlibat dalam operasi sudah mengetahui rencana KPK. Rossa menegaskan bahwa langkah yang diambil Firli, yang terlalu cepat dalam mengumumkan operasi ke publik, dapat merusak koordinasi yang telah direncanakan dengan matang. "Kami bingung kenapa ekspose dilakukan begitu cepat. Itu membuat penangkapan menjadi lebih sulit," tambah Rossa.

Sebagai mantan anggota tim OTT, Rossa berpendapat bahwa pengumuman informasi OTT yang terlalu cepat bisa merusak kepercayaan publik terhadap KPK. Langkah seperti itu tidak hanya mencederai proses hukum yang tengah berjalan, tetapi juga berpotensi mengganggu kredibilitas lembaga antikorupsi tersebut. Rossa mengatakan bahwa KPK harusnya lebih hati-hati dalam menyebarkan informasi terkait OTT agar tidak mengganggu jalannya penyelidikan. "Kami merasa langkah yang dilakukan Firli merugikan. Informasi tersebut tidak seharusnya dirilis ke media saat itu," jelasnya.

Kesaksian ini membuka ruang bagi publik untuk lebih memahami bagaimana internal KPK bekerja dalam menjalankan operasi OTT. Meski KPK dikenal sebagai lembaga yang sangat tegas dalam pemberantasan korupsi, adanya dugaan kebocoran informasi ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai profesionalisme pimpinan lembaga tersebut dalam menjalankan tugas. Dengan adanya pengumuman informasi OTT yang prematur, banyak yang meragukan apakah KPK bisa menjalankan tugasnya dengan baik di masa depan.

Rossa juga mengingatkan bahwa langkah seperti ini bisa berisiko pada keselamatan tim yang terlibat. Sebuah operasi yang gagal dapat merusak reputasi KPK dan mendegradasi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. KPK seharusnya lebih mengedepankan kerahasiaan dan kehati-hatian dalam setiap langkah yang diambil untuk menjaga integritas dan kesuksesan operasi yang sedang dilakukan.

Kasus ini mengundang perhatian publik yang semakin kritis terhadap kinerja KPK. Semoga melalui proses hukum yang berjalan, publik bisa mendapatkan kejelasan lebih lanjut mengenai apakah tindakan Firli tersebut melanggar prosedur atau justru memperburuk situasi di lapangan. Hal ini juga membuka pintu bagi perbaikan dalam sistem pengawasan di internal KPK, agar ke depan tidak terjadi lagi kebocoran informasi yang dapat merugikan proses hukum.